Waktu itu malam, sekitar pukul 20.30-an sepulangnya kami dari weekend walk walk a.k.a jalan jalan minggu. Mobil terpaksa saya tepikan dengan mendadak dari ring road utara yang hampir memasuki jalan utama kaliurang colombo. Tangan ini serasa mati rasa secara tiba-tiba, badan serasa ingin pingsan dan drop. Semua secara tiba-tiba.
Dengan nafas tersengal, melirik Fatih, sudah tertidur pulas lepas bermain hingga lelah. Ibu nya pun panik tidak tau mengapa. Jantung berdegup kencang, tangan mulai kesemutan secara berkala dengan waktu yang singkat. Mulai dari tangan kiri lalu ke kanan. Panik dengan pikiran kemungkinan penyakit jantung. Namun jantung tidak terasa sakit. Badan seperti capek luar biasa, drop, kliyengan, kurang tau istilahnya apa. Belakangan kami tau hal ini kemungkinan penyebabnya dari gula darah yang turun drastis.
Kejadian itu sekitar bulan Maret/April. Memasuki waktu upacara kemerdekaan, yang diadakan dikampung ini pada malam hari tanggal 16 agustus, sensasi itu datang lagi, badan kembali drop, keringat dingin, kaki dan tangan kesemutan, jantung berdegup kencang. Saat itu sedang dirumah dan sedang makan masakan istri, ati semur bumbu kecap. Terbirit lari ke kasur untuk nyender. Istri hanya suruh untuk relaksasi, tarik napas. Tapi jantung terus berburu detaknya. Kesemutan terus menjalar, timbul hilang. Sekitar 30-45 menit mencoba relaks, akhirnya bisa dikontrol juga badan ini. Terasa lelah dan mengantuk. Jurus “blonyoi” dengan minyak kayu putih sepertinya sudah berefek.
Dua kejadian tersebut berujung pada kejadian dibulan september. Hari itu sedang kerja, dikejar deadline. Tiba-tiba sensasi itu muncul. Dada sesak, nafas memburu, jantung berdegup dan kepala muter a.k.a gliyengan. Rasa kesemutan bukan hanya di tangan dan telapak kaki, namun berkala makin naik ke arah dada hingga hampir ke jantung. Semakin lama makin panik, bude, pengurus rumah dan Fatih, saya minta untuk cepat membuatkan teh manis dengan 5 sendok gula. Sesaat kemudian, langsung saya teguk teh manis itu. Namun debaran jantung masih kencang dan kesemutan masih menjalar. Dengan sisa tenaga saya telp istri yang sedang koas untuk memanggilkan ambulan, panik jika ini serangan jantung.
Tak lama bukan ambulan yang muncul, namun Gocar. Dengan sisa tenaga saya segera mengambil tas untuk baju fatih, masukkan HP dan dompet sambil membawa gelas teh manis yang masih tersisa, iya gelas yang dibawa, bukan botol. Saya minta pak sopir gocar untuk ngebut ke PKU Muhammadiyah Gamping. Dalam keterburuan itu, ada sedikit rasa “enakan” kemungkinan gula dari teh sudah menjalankan tugasnya yang dimana teorinya akan muter di tubuh dalam waktu 15 menit. Dengan sigap ngebut pak sopir tadi, tidak sampai 20 menit sudah sampai di PKU. Sampai sana saya hoyong, atau hampir ambruk karena langsung ngibrit ke resepsionis untuk minta ke IGD.
Beruntung ada petugas seperti bagian keamanannya, wanita, yang sigap langsung mengambilkan kursi roda yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Setelah menduduki kursi roda, saya pun di dorongnya dengan cepat kebagian IGD. Disana sudah menunggu istrinya dengan muka, santai. Iya santai! Rada dongkol juga.
Di papahnya saya oleh suster cowok ke kasur IGD. Mulailah pemeriksaan seperti tes tensi, oksidasi atau apalah namanya untuk mengukur kadar oksigen di tangan, dan terakhir EKG yang alatnya membekas seperti bekam namun lebih kecil. Hasilnya semua normal! Normal! Namun belakangan diketahui oleh dokter Agus Sp PD bahwa rekam jantung saat adanya serangan itu memang normal, namun ada RBBB bawaan lahir.
Datanglah diagonsa dari dokter umum yang menjaga IGD waktu itu, dia mengatakan bahwa saya mengalami yang namanya Panic Attack. Melongo, dan dongkol. Dan dia berujar bahwa yang mengalami hal seperti ini bukan hanya saya saja, namun sering dan banyak yang mengalaminya.
Setelah kejadian ini berlalu, hingga saat ini tidak datang lagi efek kesemutan tersebut. Namun penyakit lain datang saat itu, setelah makan sekitar 1-2 jam langsung drop. Badan ngos-ngosan, lelah tak terkira.
Awalnya saya pikir kurang makannya, pas tes darah, glukosa tinggal 70, bahkan pernah hingga 50. Efeknya kepala sudah berasa muter, dunia seakan bakal kelar.
Akibat dari sakit ini, banyak kerjaan tertunda. Dimulailah pemeriksaan ke dokter internis. Dia mengatakan ini efek dari GERD, atau asam lambung yang naik melampaui spinchter yang bertugas untuk mengunci saluran asam agar tidak naik. Namun pada penderita GERD, kunci ini kendor, jadilah naik hingga menekan ke area atas termasuk jantung.
Diberikan obat lansoprasol yang habis ludes dalam 2 minggu, ingin kembali minta resep namun dokter menyarankan untuk stop obat dulu. Tapi ngos-ngosan pasca makan tetap berlanjut. Setelah membaca kembali, kemungkinan ada masalah di pankreas. Cobalah kita pergi ke dokter Endokrin, yang sampai disana malah ditakutkan yang kata dia penyakit tumor pankreas. Namun istri meyakinkan bahwa bukan penyakit itu. Tes lab pun di coba, hasilnya normal, Alhamdulillah.
Dengan segelas air gula yang terus diminum setelah makan, membuat efek pada gigi menjadi sensitif. Air gula ini cara mandiri untuk mengimbangi kadar gula dalam tubuh. Cukup aneh.
Kemudian kita pergi ke dokter Agus internis juga, yang kata istri beliau jago, ujian bersama dia pun susah lulusnya. Setelah ngobrol beberapa menit, diagnosa dia saya kena dumping syndrome dimana usus duodenum tidak menyerap makanan secara sempurna, sehingga makanan langsung meluncur lanjut ke usus besar. Dianjurkan oleh beliau untuk makan setengah sendok makan dan mengunyahnya selama 30 detik. Capek memang, tapi efektif. Pelan tapi pasti, rasa ngos-ngosan pun hilang.
Alhamdulillah.