Mulai hari ini,mencoba untuk menulis di pagi hari ba’da shalat subuh dan quote beberapa ayat yang bisa dijadikan pelajaran hidup dan menambah pengetahuan tentang kebesaran Islam.
Pada Surat An-Nur : 32 diatas, seperti yang telah dicantumkan bahwa Allah memerintahkan untuk adanya Perkawinan, Pernikahan. Bagi kamu yang sendiri (JOMBLO) disegerakan. Sudah jelas bukan masalah harta karena Allah akan memampukan hajat tersebut seperti dalam ayat diatas. Niatkan, dan segerakan 😀
Dalam Surat An-Nur : 33 ini kembali di jelaskan lebih rinci, jika memang benar kalian belum mampu untuk kawin, dalam arti belum siap karena faktor bla dan bla maka wajib menjaga diri, menjaga kesucian hingga Allah memampukan kamu untuk kawin/nikah. Sisa dari ayat ini adalah tentang budak, mungkin interpretasi untuk zaman sekarang menjadi lebih baik yaitu pembantu rumah tangga. Zaman dulu budak, karena kita harus membeli orang/budak dari yang memilikinya. Jika PRT sekarang kita gaji bulanan atau dengan metoda lain. Disini dijelaskan jika PRT ini wanita maka jangan paksa mereka ke pada perihal yang dhalim.
Terakhir dari sesi pertama harian quote ini adalah Surat An-Nur : 35. Ayat ini jelas berisikan tentang pengetahuan akan alam ini. Perumpamaan cahaya Allah seperti cahaya diatas cahaya. Untuk lebih jelasnya saya ambil sebagian posting dari caknun : http://www.caknun.com/2013/metode-penelitian-itu-bernama-surat-an-nur-35/
=====
Tentu banyak tafsir mengenai apa itu cahaya. Menurut Cak Nun, Surat An Nur 35 ini merupakan satu “metode penelitian” yang ditawarkan Allah kepada manusia secara luar biasa. Metode ini tentu saja mengatasi berbagai metode penelitian yang ditawarkan manusia sebagaimana saya sebutkan sebelumnya. Dalam An Nur 35 tersebut jelas Allah adalah cahaya itu sendiri, dan manusia diperintahkan untuk mencarinya! Bukankah proses mencari adalah “ruh” utama sebuah penelitian? Tentu surat an Nur 35 lebih lengkap lagi dibanding metode kualitatif-kuantitatif dan grounded di atas, karena pencarian yang dimaksud di surat ini sampai kepada puncak tertinggi, yakni Allah.
Sebaliknya metode penelitian yang ditawarkan manusia hanya sampai pada tingkat fenomena atau gejala alam dan sosial, yang hanya merupakan bagian kecil dari kehadiran Allah. Istilah nuurun ala nursungguh luar biasa. Cahaya yang berlapis-lapis, dan manusia diperintahkan menuju cahaya ! Karena cahaya berlapis-lapis, berarti tidak ada kata berkesudahan. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya.” boleh jadi orang yang dikehendakiNya, untuk diresapkan keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Ini hak prerogratif Allah, dan manusia harus mencarinya, atau menawarkan diri kepada Allah agar dipilih untuk diberi cahayaNya.
Perumpamaan ini adalah satu kerja besar mencari dan mencari. Kerja besar itu diantaranya meningkatkan daya kompatibilitas kita agar dapat menyesuaikan diri dengan “chip” yang diberikan Allah sehingga kerja “komputer” di badan dan jiwa kita sesuai dengan kehendakNya. Proses mempersiapkan diri ini adalah proses yang tak berkesudahan sampai optimal program “komputer” di badan dan jiwa kita, agar selalu up to date, tidak letoy apalagi hang! Istilah zujajah (tabung kaca) bisa jadi itu akal pikiran dan sebagainya sebagai alat untuk mengolah itu semua.
Firman Allah: “Perumpamaan cahaya-Nya,” ada dua pendapat berkaitan dengan dhamir(kata ganti orang ketiga) dalam ayat ini, yakni Dhamir tersebut kembali kepada Allah, atau perumpamaan petunjuk-Nya dalam hati seorang Mukmin seperti misykaah (lubang yang tak tembus) atau ada yang memaknai jasad manusia. Allah juga menyamakan kemurnian hati seorang Mukmin dengan lentera dari kaca yang tipis dan mengkilat, menyamakan hidayah al-Qur-an dan syari’at yang dimintanya dengan minyak zaitun yang bagus lagi jernih, bercahaya dan tegak, tidak kotor dan tidak bengkok.
Kalau Cak Nun mengatakan mishbaah itu qolbu, maka ia memiliki kompatibilitas yang tinggi sehingga tidak memiliki batas-batas. Karenanya qolbu harus ditempatkan dalam zujajah (tabung kaca) justru agar dapat “mengatur’ kompatibilitasnya. Boleh jadi qolbu ini ada beberapa tingkatannya. Pertama, qalbun ajrad (hati yang polos tak bernoda) di dalamnya seperti ada pelita yang bersinar. Kedua, qalbun aghlaf(hati yang tertutup) yang terikat tutupnya. Ketiga, qalbun mankuus (hati yang terbalik). Keempat, qalbun mushfah (hati yang terlapis). Adapun qalbun ajrad adalah hati seorang Mukmin, pelita dalam hatinya adalah cahaya, qalbun aghlaf adalah hati orang kafir, qalbun mankuus adalah hati orang munafik, yang mengetahui kemudian mengingkari. Qalbun mushfah adalah hati yang di dalamnya bercampur iman dan nifak, iman yang ada di dalamnya seperti tanaman yang disirami air yang segar dan nifak yang ada di dalamnya seperti bisul yang disirami darah dan nanah, mana dari dua unsur di atas yang lebih dominan, maka itulah yang akan menguasai hatinya.
Kalau Allah berfirman “Pelita itu di dalam kaca,” cahaya tersebut memancar dalam kaca yang bening, maka maksudnya adalah perumpamaan hati seorang Mukmin, (Dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,” Karena bintang apabila dilontarkan akan lebih bercahaya daripada kondisi-kondisi lainnya. Berbeda dengan cahaya matahari, bulan, bintang atau lampu, yang baru menampakkan benda-benda yang ia tuju, sebaliknya cahaya Allah adalah abadi dan akan menuntun manusia sampai menuju kebahagiaan sejati di akherat nanti.
Firman Allah: “Yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya,”yaitu berasal dari minyak zaitun, pohon yang penuh berkah, yakni pohon zaitun, Yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),” tempat tumbuhnya bukan di sebelah timur hingga tidak terkena sinar matahari di awal siang dan bukan pula di sebelah barat hingga tertutupi bayangan sebelum matahari terbenam, namun letaknya di tengah, terus disinari matahari sejak pagi sampai sore. Sehingga minyak yang dihasilkannya jernih, sedang dan bercahaya (Tafsir Ibnu Katsir).
Tafsirnya barangkali seorang Mukmin yang terpelihara dari fitnah-fitnah. Adakalanya memang ia tertimpa fitnah, namun Allah meneguhkannya, ia selalu berada dalam empat keadaan berikut: Jika berkata ia jujur, jika menghukum ia berlaku adil, jika diberi cobaan ia bersabar dan jika diberi, ia bersyukur. Firman Allah: “(Yaitu), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Firman ini juga menunjukkan kekuasaan bahwa Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,” Allah membimbing kepada hidayah bagi siapa yang Dia kehendaki. Selanjutnya pohon zaitun yang tidak tumbuh di Barat atau Timur juga menunjukkan ajaran Islam yang moderat, demokratis, dan di tengah-tengah, atau Rasululloh SAW mengatakan yang sedang-sedang saja.
Betapa dahsyatnya surat An Nur 35 ini karena menegaskan manusia untuk menuju cahaya. Ini berarti proses yang maha panjang, tidak berkesudahan, dan berarti pula manusia disuruh selalu berpikir, meneliti, berdiskusi, mempertanyakan kembali, tanpa putus-putusnya. Proses ini boleh jadi dapat dilalui dengan berbagai ”metode”, syariah, sahadah, mekanisme tauhid dan seterusnya untuk menuju cahaya Allah. Sudah pasti ”metode” untuk sampai pada tataran ini sangat canggih, melebihi metode penelitian ciptaan manusia.
Jadi ibadah mahdoh dan sebagainya, hanyalah ”metode” dan bukan ”tujuan”. Untuk menuju cahaya Allah, Rosululloh SAW mengajarkan ”metode riset aksi (action research)” di Madinah, yakni untuk memajukan kesejahteraan dan peradaban. Perubahan ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dst, hanya dapat diperoleh dari ”riset aksi” yang metodenya ada di Surat An Nur 35 tersebut. Orang yang sampai kepada cahaya Allah barangkali tidak dapat diukur atau dilihat secara pasti, namun setidaknya dapat dilihat dari output sosial-nya. Jadi jangan dibalik, dilihat input mahdoh-nya.
====
Bagaimana penafsiran menurut kamu? Sungguh Maha Besar Allah SWT.