Seperempat malam. Biasanya saya mengecek atau review kerjaan tim, tapi kali ini biarkanlah sejenak menulis. Tentang pendapat saya pribadi pada hal yang sering orang lebih dewasa lewatkan (mungkin).
Kebanyakan dari kita (mungkin), untuk yang gender male, memilih bekerja dibanding kan mengurus anak dan urusan rumah tangga lainnya. Urus anak, beli makan, masak, cuci dan lainnya yang sering dilimpahkan ke istri. Hal ini tidka ditemukan pada “bapak itu”.
“Bapak itu” lebih memilih, atau mungkin tidak ada pilihan lain :D, untuk membantu istrinya. Dengan 6 anak, mulai dari momong anak, membeli bahan pangan, sampai cari uang pun dia lakukan. Mungkin tidak dengan memasak.
Lalu bagaimana dengan istrinya? dia pernah bilang, “suami emang harusnya mengurus istri dan keperluannya”. Jadi menurut istrinya yang sudah dilakukan suami nya itu termasuk “benar”. Oke, kita anggap hal dasar ini tidak bisa sembarang untuk diubah, apalagi dari external keluarga mereka.
Namun output atau hasil dari karena “bapak itu” mengurus hampir semua tetek bengek keluarga nya, menjadikannya “sangat” kurang produktif dalam bekerja. Disini memang saya membandingkan dengan “bapak bapak” pada umumnya dan pada umur rentang si “bapak itu”. Dimana mereka masih produktif aktif mencari pemasukan, yang seharusnya “bapak itu” juga giat.
Al-Jumu’ah : 10
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.“
Dari yang saya pantau, ini sudah berlangsung lama, anak sudah 6 kepala, dan masih berjalan terus kehidupannya seperti itu. Sampai datang waktunya di berikan sakit pada anaknya. Istri langsung ngecek mereka. Scabies. Semua anggota. 2 anak sudah diperiksakan ke rumah sakit, masing-masing dapat obat seharga 70rb-an dan sekali pakai, bentuknya salep.
Istri langsung sarangkan untuk menjemur semua bantal, kasur, guling dan mencuci pakaian dengan air panas. Urusan berobat, direkomendasikan untuk berobat ke puskesmas atau ke RS dengan BPJS. Karena penyakit ini ditanggung oleh BPJS pemerintah. Ternyata, mereka tidak punya! Alasan = dilarang agama. Baiklah ini memang perdebatan lama yang dulu memang dilarang karena termasuk asuransi ghoror. Namun karena sekarang diwajibkan setiap orang punya, mau tidak mau harus membuat. Dan juga untuk kalangan kurang mampu akan di tanggung biaya nya.
Dengan 6 anak, rumah seharusnya harus bener-bener bersih, tidak lembab, bau dan pengap agar si penyakit lain tidak menghampiri.
Tapi yang buat saya tidak habis pikir, kenapa ya orang itu kok “malas” mencari nafkah. Seakan-akan itu “ya sudahlah” terima nasib. Padahal kalau bener mereka mengamalkan apa yang Allah perintahkan, maka :
هٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Malas dan tidak mampu itu beda kawan. Mari bangkit dan “mencangkul” bersama 🙂
Menarik sekali mas tulisannya. Topik seperti ini pernah menjadi perhatian saya juga. Saya sepakat bahwa suami tidak bisa lepas begitu saja dengan urusan pekerjaan rumah namun tetap dengan porsi tertentu dengan melihat realita masing-masing.
Saya jadi ingat episode singkat ketika awal hadir lahir bayi di keluarga kami, di hari-hari pertama saya bisa mendampingi kalo sang bayi menangis. Tapi ada titik tertentu ketika kami menyepakati bahwa saya tidak bisa terus mendampingi bangun malam sedangkan jam 5.30 sudah harus berangkat ke kantor (maklum tinggal di Bekasi, kerja di Jakarta, kalo berangkat jam 6 udah keburu kena macet). Saya dan istri juga menyepakati ada masa ketika malam saya perlu melanjutkan duduk di depan komputer untuk pengembangan diri (i.e baca2 diskusiwebhosting he he, belajar ini itu).
Saya teringat gurauan seorang ustadz: seorang suami janganlah terlalu setia dengan istri. Lho kok begitu? Lalu dia melanjutkan, setia yang dimaksud adalah dalam arti kemana-mana selalu mendampingi, menemani, nanti kalo seperti itu kapan pergi mencari nafkahnya? 😀
Kecenderungan laki-laki memang bekerja. Tapi setuju harus menyesuaikan kondisi dan lagi harus deal-dealan dengan istri agar sama rata.
Bener juga kata ustadz nya mas. Agak gimana gitu kalo terus-terusan nemenin haha.
anyway, thanks for coming 🙂